PEMAHAMAN PROSES
EDUAKSI PENDIDIKAAN KRISTEN BARU
Olesh : Lesman
1.
Fokus Utama
Proses Eduaksi Kristen
Dalam bagian ini, Sebelum mengawali
pembahasan Pendidikan Kristen yang relevan dengan Evaluasi lebih dahulu
menjelaskan Proses Pembelajaran Pendidikan sebelummya atau yang sering dilakukan
sejak dahulu sehingga dapat mengevaluasi dan memberikan alternatif baru yang
dapat dipakai dalam proses yang baru.
Menurut sejarahnya dikemukakan oleh
Clark dan Ronald Allen Williamson, fungsi pengajaran yang sebenarnya hanya
untuk pembelajaran persiapan sebelum baptisan. Autentisitas (Keaslian Atau
Kebenaran) pengajaran dan pengajar yang autentik (Asli, Sah, Dapat Dipercaya) dinilai
berdasarkan ketika muridnya lulus dan siap untuk dibaptis. Oleh sebab itu
terciptanya pedoman ringkas dan praktis untuk memulihkan identitas Gerja,
menunjukkan bahwa tugas utama pelayanan adalah pengajaran iman kristen. Mereka
percaya bahwa menteri memahami apa yang dituntut dari peserta didik belajar
Iman Kristen, dan seberapa baik mereka melakukan apa yang dituntut dari materi.
Ditinjau dari Setting sosial dan jalur
pelaksanaan proses pendidikan Teologi dan agama kristen dalam bentuk
persekolahan dan perkuliahan, maka kini
seharusnya lebih banyak menekankan proses dan metodologinya secara akademik.
Bukan hanya soal Agama dan teologi Kristen dengan modus pelayanan gereja dan
tuntutan pertumbuhan iman seperti sejarahnya itu.
Dalam kebaharuan pemahaman proses
edukasi pendidikan keagamaan kristen, yang harus kita lakukan adalah untuk
mempertahankan arti penting atau esensi (hakekat, inti, dasar) utama dari nilai
pengajaran Alkitab, namun pendidik kristen untuk mengimplementasikannya dalam
peraturan sosial masyarakat postmodernitas harus disesuaikan. Dalam mengikuti
setting sosial inilah adanya pembaruan baik metodologinya, proses, strategi,
atau metode dan prosedural, namun tidak merubah isi atau hakekat utama dari
pengajaran.
Dengan kata lain oleh Millard J.
Ericson, L. Arnold Hustad, sejatinya yang dilakukan Pendidik Kristen adalah Menyempurnakan
dari teks klasik dan meningkatkan kualitas mutunya lewat metodologinya dengan
mentransformasikan bahasa teks-teks Alkitab dan teologisnya menjadi sosio-praksis
sesuai setting sosialnya dan sesuai dengan spirit jamannya agar dipahami
manusianya.
Seorang tokoh Ted Campbell, kita hanya
memeriksa kerangka ajaran bersejarah dari tradisi kristen utama yang telah
membentuk warisan teologis kita dengan tujuan untuk membarukan maknanya agar
sanggup menyediakan gambaran luas dari keyakinan tertentu setiap tradisi, dan otoritas
agama. Dengan demikian perlu untuk mempertimbangkan semua defenisi-defenisi
yang dibuat selama ini, apakah sesuai dengan realitas jamannya, dengan kata
lain apakah metodologi, proses, strategi atau prosedural pengajaran kristen
yang dulu itu sesuai dengan jaman sekarang.
Edukasi yang dibahas dalam bagian ini
adalah dunia teori yang digunakan untuk melakukan uji empiris, uji kelayakan,
uji klinis, dan uji mutu dan bobot akademik dari seluruh tradisi dan otoritas
agama kristen dan termasuk uji cara kita memandangnya selama ini. Cara akademik seperti itulah sanggup
menciptakan dan membetulkan pemetaan pemikiran untuk bertindak dan menunaikan
dan panggilan dan tanggungjawab edukasi pendidikan Kristen.
Dengan demikian perlu konsep-konsep
secara substansif dalam eduaksinya, yaitu teori dan sosios-praksisnya.
Sangatlah perlu untuk mengedukasi pendidikan teologi dan mengedukasi agama
kristennya, lewat instruksi pembelajaran, assesasi atau penilaian, refleksi,
perencanaan, dan rekonstruksi yang baru secara berkesinambungan. Proses
edukasilah yang bisa menjelaskan sekaligus bisa mewujudkan ajaran abadi dan
makna batin dari semua narasi agama dan teologi didalam kristen.
2.
Tujuan Akhir
Dari Proses Eduaksi Yang Baru
Tujuan kita sebagai pendidik Kristen
dalam hal ini adalah program pendidikan yang berdasarkan realitas sesungguhnya
yang terjadi di masyarakat, metodologi yang eduaktif dan renkonstruktif,
aktifitas belajar yang sangat berniat untuk mengembangkan ketrampilan, muatan
isi dan materi kurikulum.
Pendidik kristen sebagai priset yang
seharusnya meneliti aspek pendidikan, pengembangan yang mengembangkan
pendidikan. Jika demikian, tugas kita sebagai pendidik Kristen bukan lagi
sebagai tugas dan tanggung jawab pastoral, yang sering dilakukan dengan fokus
menyentuh hati dan menjangkau roh, emosi dan hati untuk kristus demi
kesejahteraan rohani.
Dengan demikian kita akan lebih
mudah untuk mengidentifikasi strategi yang sesuai karakteristik mereka dan
menyajikannya kepada mereka dalam kerangka teoritis yang menjelaskan bagaimana
mereka mempromosikan pembelajaran siswa aktif dan bermakna. Dengan demikian
proses eduaksi adalah srtuktur logis dan perilaku saling berhubungan yang
kontribusi untuk belajar siswa dan mahasiswa yang didasarkan pada teori dan
penelitian.
Eduaksi dapat juga dipakai untuk
merubuhkan tembok pembatas kampus dengan pagar sekolah yang tebal dan tinggi
yang hampir merusak langit.Kondisi ini telah berhasil memisahkan diri dan
kehidupan anak- anak muda belia dari realitas sesungguhnya.Oleh karena itu
mahasiswa sebagai calon pendidik agama Kristen dan setelah menjadi seperti yang
di inginkannya itu, ia adalah sebagai pekerja spiritual dan intelektual. Karena
sikap dan tindakan profesionalisme memang di perlukan untuk bertindak kongkrit
untuk membebaskan belungguh system pendidikan persekolahan yang melalui
berorientasi nilai – nilai statistical dan numerikal dan dipenuhi aturan
kaku.Belajar adalah upaya kemandirian dan kemerdekaan.Mereka perlu bertindak
cetakan untuk mengoprasi otak dan saraf – sarafnya dengan tidak tolerir,tidak
kompromis dan membiarkan malpraktik proses edukasi pendidikan Kristen.sistem
edukasi adalah system layanan penanganan penyakit fisik dan psikis
kesiswaan,serta mentalitas keguruan yang hanya menggurui dan mentalitas pegawai
negeri atau pegawai yayasan saja tetapi meluas menjadi pegawai masyarakat dan
Tuhan yang bertanggung jawab.
Sejak lahir manusia memang diajar
atau dididik secara personal dan komunal
untuk hidup dan bersosialisasi bukan hanya untuk komonitas masyarakat beraagama
sendiri,tetapi bertanggung jawab secara sosial dalam komonitas masyarakat yang
lebih luas.Tetapi dalam sudut penglihatan kita sebagai pendidik Kristen masih
harus kita kerjakan bagian lain yang penting agar secara teringtegratif dan
koorporatif dengan sistem nilai teologi dan agama Kristen yang kita yakini
benar.
Jika tindakan sosial kita
terkoorporatisme dan teringegrasi,maka mahasiswa dan siswa Kristen akan
memiliki keperdulian sosial kongkrit dan rasa sosial karena ia bagian dari
sosial.Dan dengan demikian kita sedang mengerahkan segala kemampuan untuk
menciptakan pendidikan Kristen yang memiliki pemimpin Kristen yang bertanggung
jawab secara sosial.Tetapi bagi kita pendidik Kristen hal itu sangat dituntut
untuk mengintergasikannya lewat pemahaman baru terhadap pendidikan keagamaan
Kristen saat ini disini dan sekarang ini.
Upaya edukasi ke edukasi, itulah
menjadi esensi dan kekayaan maknanya.Ini akan memberikan sunbangan perbaikan
pada kesehatan mental dengan perbaikan kondisi umat manusia di dalam sekeloh,
lewat makna edukasi. Jika pendidikan Kristen tidak membaharui segala
sesuatunya, maka aka nada masalah lain yang akan ditimbulkan, yakni adanya
kecendurunngan dalam realitasnya dominan untuk memperlihatkan sikap superior
dan eksklusif yang memandangan diri sebagai yang paling benar atau sebagai
satu- satunya yang empunya kebenaran realitasnya juga menunjukan
triumfalistik yakini penganut agama
lain.
Disini perlu proses edukasi dan
intelektualitas yang tinggi agar mahasiswa dfan siswa pendidikan kristen bisa
mengkritisi ajaran agamanya bukan lagi hanya mengamini dan menjalankan doktrin
agama tersebut.
Jika
kita sepekat dan sepaham dengan ini makanya sebenarnya kita sedang memerlukan
beberapa arah baru praktek pengajaran bagi masa depan pendidikan kristen.karena
dalam dunia perubahan yang cepat tersebut itu penting untuk mengetahui siapa
kita dan akar- akar keluarga dan kerabat besar serta kekayaan dan keragaman
keluarga iman kita , tetapi kepentingan edukasi dengan seting sosialnya
berbeda.nantinya akan bisa menawarkan kontribusi akademik sebagai peta jalan
untuk lanskap yang luas dari pendidikan keagamaan kristen.
Periset
perlu menjelaskan secara kongkrit seperti apa yang dikatakan Randlop Grump
Miller “bagaiman interaksi dan posisi atau kontribusi dari teologia kepada
teori dan praktek pendidikan keagamaan kristen.Kemampuan riset itulah yang
mampu menghasilkan beberapa arah baru bagi masa depan pendidikan
kristen.Artinya kita bukan lagi malahan hanya untuk melasterikan tanpa
mengkritisi dan membarukannya sayangnya tindakan pelestarian dan penjagaan dari
ancaman keunahan itu- itu sajalah yang banyak kita miliki saat ini.
E. STRATEGI
EDUAKSI YANG BARU BAGI PENDIDIK KRISTEN
1.
Pembaharuan
Strategi.
Strategi adalah ilmu dan pengetahuan
yang menggunakan ragam metode baru dengan mengiuti langkah-langkahnya yang
rencana dengan cara mempekerjakan rencana atau siasat menuju sasaran dalam
mencapai keberhasilan strategi. Dalam abad pertengahan menurut Madeleine At kins george brown, jika
berbicara soal edukasi umumnya masih dibatasi dengan pemahaman mengajar atau
mengkuliahi. Hal itulah alasan Akademik mengajar dalam bahasa inggris disebut
lectures yang dalam prosesnya baru hanya selalu dilayankan dalam proses yang
sistem ceramah. Ini adalah bentuk yang paling umum dari mengajar dari perguruan
tinggi baik kristen dan muslim. Istilah in ika dalam bahasa latin abad
pertengahan disebut lecture, yang berarti membaca keras-keras. Hal ini terjadi
bahwa saat itu kuliah terdiri dari pembacaan teks secara lisan dan menceramahkan.
Akibatnya seperti kata
perry G. Downs, banyak guru dan dosen menggunakan metode ceramah, tetapi tidak
semua melakukannya dengan bak. Meskipun banyak orang yang masih saja percaya
bahwa cara ini merupakan bagian penting dari menjadi seorang pendidik kristen,
karena memang dianggap menjadi strategi untuk pengajaran pertumbuhan iman. Dalam menyingkapkan lebih detail lagi tentang
asumsi pengajaran dan pembelajaran pendidikan keagamaan kristen dari sisi historisnya
berdasarkan keterangan dari William R. Yount. Ia berkata, pengajaran dan
pembelajaran kristen eksis karena
Tuhanlah yang menjadi seorang guru. Ialah pencipta dan guru diatas segala
pendidik kristen dibumi, bahkan Ialah sumber, muatan isi dan materi atau
fondasi dari pengajaran dalam pendidikan keagamaan kristen itu sendiri. Oleh
karenanya semua isi dari pendidikan kristen itu haruslah wahyu-Nya atau
diri-Nya yang telah tertulis atau terdokumentasi dalam Alkitab itu sendiri.
2.
Pembaharuan
Metode Ajar Dan Belajar.
Metode adalah seumla prosedur atau
proses mencapai atau memahami sebuah objek yang berusaha untuk mendapatkan
identifikasi lengkap dengan kepribadian batin karakter yang digambarkan sebagai
berikut :
a.
Prosedur
yang sistematis, teknik, atau modus penyelidikan yang dipekerjakan oleh suatu
disiplin tertentu.
b.
Rencana
sistematis di ikuti dalam bahan presentasi untuk instruksi
c.
Cara,
teknik, atau proses atau untuk melakukan sesuatu
d.
Ketrampilam
atau teknik dalam disiplin lmu tertentu ang berubngan dengan prinsip-prinsip
dan teknik penyelidikan ilmiah.
Dengan demikian sangat menghendaki
seluruh eduaksi kristen dengan seluruh programnya disetiap jenjang
pendidikannya, bisa menggunakan ragam metode ajar dan belajar baru sehingga
sejumlah program tersebut melampauhi sekedar teori instruksi proses belajar
mengajar apalagi yang dianggap sebagai pelatihan pada tahap proses awal untuk
pembentukan dan penciptaan kompetensi mengajar. Upaya sistematis ni di lakukan
agar pelakunya memiliki pengetahuan profesional dan kehidupa profesional dalam
pendidikan. Dengan demikian, kelas-kelas pembelaaran disejumlah sekolah-sekolah
kristen baik pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi tidak lagi hanya
dianggap sebagai progrm persiapan
menjadi guru saja tetapi, lebih dipentingkan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan metode dan teknik proses dan dalam pembelajaran.
Aktifitasnya meliputi praktik mengajar
dan praktik persekolahan dan juga praktik bimbingan dan tugas sistem
persekolahan lainnya, disesuaikan dengan kondisi dan kebijaksanaan otonomi
lokal. Artinya aksentuasi dan artipulasinya pada belajar, bukan lgi sekedar
mengajar. Ini di lakukan agar mahasiswa dan siswa memiliki pemahaman langsung
untuk membangun dan meningkatkan kompetensi pedagogi kritis, kompetensi
kepribadian, ompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi belajar
sendiri secara interdependet dengaan orang lain. contoh strategi eduaksi yang
baru bagi pendidikan kristen dari proses edukasi lama sebelum evaluasi dan
proses eduaksi baru setelah evaluasi dihalaman 85-87. Inilah yang sanggup
menghasilkan kebaruan dari proses edukasi ke eduaksi seperti yang telah di
jelaskan pada tabel halaman 85-87. Itu akan sanggup menghaslkan pemahaman
pengetahuan yang berorientasi manusia bukan hanya insitusinya saja. Artinya
kita tidak lagi mungkin hanya mengajar komponen keagamaan hanya terkait isi dan
materi pendidikan agama atau teologi saja.
Selanjutnya kalau diamati yang terjadi
sebenarnya, bahwa para pelaku revolusi tersebut lebi fokus ada pencarian dan
pembetulan logika, cara pemikiran manusia, dan rasionalisasi baik sanis dan
teologi seperti kata Peter J. Barrett. Merea melakkannya karena teologis pada
saat itu, belum pernah dilihat aau diposisikan sebagai disiplin akademik atau
memiliki ilmu penetauan dan sisi keilmiahannya, selain hanya masih di anggap
sebagai dogma atau pengajaran religius semata. Jika kita tidak mengintegrasikan
sains, sosial sains, dan sains humanities dengan teologi atau agama kristen,
maka proses edukasinya akan selamanya hanya sebatas perang asumsi, perang
doktrin dan perang subjektifitas karena prses edukasinya tidak atau belum
ilakukan dengan saintifik.
Sesuai
dengan penjelasan di atas, maka benarlah bahwa sesungguhnya ada spektrum
keilmuan yang lebih integratif bahwa dalam sains, sosial sains, dan sains
humanitis dan teologi atau agama sesungguhnya terdapat unisitas dan saling
membantu atau mengayakan metodoloi dan proses edukasi ke- eduaksi yang tidak
terpisahkan. Maka disinalah salah satu fungsi kita pendidik kristen sebagai
periset atau peneliti pendidikan keagamaan kristen setiap lefel pendidikannya
untuk menjadikannya sebagai lembaga riset dang pengembangan masyarakat yang
sangat jarang dilakukan. Jika kita sepakat dan sepaham soal itu, maka akan
sangat mudah memahami dan menjelaskan perbedaan dimensi dalam setiap metodologi
berilmu, bertuhan,beragama, berteologi dan bermasyarakat. Dengan memahami
tingkat masyarakat maka kita memahami multistrategi dan perbedaan cara berilmu
untuk memposisikan dan memaknai agama dan teologi yan kita edukasikan. Jika
demikian maka, kita mau tidak mau lewat proses edukasinya, harus bisa
merekonstruksi secara baru sesuai dengan kebutuhan di dalamnya. Kemudian, kita
akan mampu merancang program pendidikan, isi dan materi yang pantas dan tepat
untuk menggunakan metode untuk membelajarkan siswa.
Hal itu merupakan cara berpikir dan
berilmu yang simplitis atau terlalu menyepelekan substansi dan esensi dari
agama itu sendiri. Apakah juga kita
dengan mudahnya saja berapologi, membela diri atau berpolemik, bahwa yang
keliru bukan isi, materi dari pelajaran agamanya melainkan orang, oknum atau
manusianya. Agama datangnya dari Tuhan tidak mungkin salah dan menyimpang,
pemeluknyalah yang salah dan buruk perilakunyalah yang menyimpangkan ajaran
agama tersebut. Jika berkata seperti itu justru membuka peluang bagi orang yang
berilmu akan melejehkan agama, orang, dan komunitas masyarakat beragama
tersebut karena dari situ terlihat jelas agama dipahami sekedar sebagai sikap
kepatuhan dan ketundukan terhadap agama, dogma secara kaku den mekanistik karena
hanya mengikuti ajaran agamanya saja.
Dengan demikian pendidik kristen harus
memikirkan ketrampilan belajar dan proses seperti apa sejatinya yang mereka dan
masyarakatnya butuhkan. Artinya yang kita butuhkan juga secara lebih luas adalah seperti istilah dari
marvin Minsky. Dalam belajar dan mengajar janagan lagi hana terjebak” transfer
belajar” kepada atau kedalam diri siswa, tetapi juga untuk komunitas masyarakat
beragama mereka. Oleh karena itu pendidik risten memerlukan ketrampilan
berpikir atau “thinkingskill”. Ketrampilan berpikir dalam pemahaman disini
adalah kombinasi dari cara-cara akademis
untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, merefleksikannya dan membuat
prediksi.
Hal itu juga termasuk multicara untuk
mengedit pengalaman, mengatur ulang pengalaman dan menguji serta berpikir dengan multi aspek yang kreaktif apa yang
berguna dari pengalaman hidup dan pengalaman belajar yang bermanfaat untuknya.
Jika demikian, pendidik kristen akan sampai mampu melakukan kajian terhadap
kebiasaan mengajarnya secara efesien. Peggy L. Maki berkata, diskusi akademik
soal gaya disipln mengajar tentu menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana
sejatinya hubungan antara metode pengajaran dan metode untuk menilai disiplin
pelajaran. Disinilah diperlukan silabus sebagai rencana kerja eduaksi untuk
membantu pendekatan terpadu dan ontetik, dan untuk menyediakan bukti belajar
siswa dan mahasiswa didasarkan pada pekerjaan mereka.
Kesimpulan
: dari
penjelasan diatas maka kami menyimpulkn bahwa memang kita sedang membutuhkan
dalam hal ilmu mengajar dipendidkan keagamaan kristen dengan menggunakan
metode-metode yang berkreaktif dari seorang pengajar. Untuk itu kita
membutuhkan arah dan horison baru pendidikan kristen untuk pengajaran dan
pembelajaran, yang mampu menigkatkan pengatahuan dan pemahaman kehidupan yang
sesungguhnya. Strategi belajar dan mengajar yang baik tetaplah karena proaktif
untuk melibatkan siswa dan mahasiswa
yang sedang sekolah atau kuliah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar